Aktivitas Petani Desa Panjalin Saat Kekeringan Melanda

Aktivitas Petani Desa Panjalin Saat Kekeringan Melanda

\"\"Satu Jam Rp15 ribu, Hasil Panen Tetap Menurun ONO CAHYONO, Sumberjaya 20 tahun bukan waktu yang sebentar. Selama puluhan tahun itu pula masalah kekeringan di Blok Sinanghaji Kulon, Desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya, belum juga teratasi. Berbagai cara demi mendapatkan hasil panen yang normal telah diterapkan petani. Namun, hingga kini belum ada solusi signifikan menyelesaikan masalah kekeringan. BERBAGAI upaya telah dilakukan petani yang memiliki sawah di Desa Panjalin Kidul, khsusnya saat memasuki musim tanam kedua. Ada yang membuat sumur pantek dengan cara menyedot dengan menggunakan mesim pompa, ada juga yang berpindah-pindah lahan untuk mencari kondisi tanah yang pasokan airnya cukup. Di bawah terik matahari, Karman (58), berteduh di bawah payung yang sudah disesuaikan tingginya. Dua hari dua malam ia menjaga lokasi sumur pantek tersebut. Tidak hanya tenaga yang habis terkuras, koceknya pun harus dirogoh dalam-dalam. “Per jam saya harus mengeluarkan uang Rp15 ribu untuk biaya solar dan besin,” ucap dia, saat mengawali perbincangan dengan wartawan koran ini. Dalam satu hari, Karman mengeluarkan biaya Rp350 ribu untuk operasional mesin pompa airn. Rata-rata dalam satu pekan biaya yang dikeluarkan Rp800 ribu, itu belum termasuk risiko jaga tiap malam. Karman biasa berjaga selama dua hari dua malam dilokasi mesin tersebut. Dan selama itu, mesin tersebut menghabiskan 65 liter solar dan premium. “Kalau dihitung-hitung, 65 liter kita kalikan dengan satu liternya Rp5 ribu bisa berapa kang? Inilah risiko para petani di areal ini untuk mencukupi keluarganya,” ujar dia. Para petani di Desa Panjalin Kidul tiap musim tanam kedua, memang harus mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk operasional mesin poma. Petani yang belum memiliki mesin pompa bahkan harus keluar uang lebih besar. Meski pengorbanan cukup besar, namun masyarakat petani di desa ini tidak ingin beralih profesi ke yang lain. Faktor alam dianggap sebagai kompensasi dari pekerjaan yang dilakukan. Tidak hanya di musim tanam kedua, hasil panen menyusut. Di musim tanam pertama, kendala hama menjadi musuh utama. “Kami hanya bisa mengimbau kepada dinas-dinas terkait untuk memikirkan areal pertanian di desa kami, itu saja,” harapnya. Untuk saat ini, Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) memang masih dalam kajian untuk membuat saluran irigasi sesuai yang diinginkan para petani. Tapi, menurut Kepala desa Panjalin Kidul, Dudung, saluran irigasi ini sulit terealisasi karena kondisi areal pertanian yang konturnya tidak memungkinkan. “Sebelum menuju aliran irigasi, air harus naik terlebih dahulu. Tentu saja membutuhkan waktu yang sangat lama jika sampai pada areal tersebut. Ini masih dalam agenda pembahasan pihak kami jika diperuntukan membuat saluran irigasi. Dan kami juga akan mengupayakan guna kekeringan di desa tersebut bisa teratasi,” tuturnya, saat mengulas kembali pernyataan dari Distankan. Pantauan Radar, beberapa lahan pertanian seluas 100 hektare lebih sudah masuk tahap panen. Namun, beberapa hektare diantaranya mengalami gagal panen karena kekurangan pasokan air. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: